Top Ads

Wednesday, 24 July 2013

02:18
Kendari - Sudah tujuh hari, beberapa titik jalan poros Kendari-Unaaha digenangi air dengan ketinggian lebih 1 meter. Tapi tak semuanya menganggap itu sebagai musibah. Banyak warga memanfaatkan situasi ini sebagai tempat mencari uang. Mereka menawarkan jasa penyebrangan bagi kendaran bermotor baik roda dua maupun roda empat. "Kami buatkan jembatan darurat dari kayu pada dua sisi jalan. Ini swadaya masyarakat. Begini-begini modelnya, tapi modalnya cukup besar," ungkap Muratman, Ketua RW 02 Anandoko, Kelurahan Sampara Kecamatan Sampara.
Warga pun memasang tarif untuk jasa penyebrangan tersebut. Bagi pejalan kaki, dikenakan Rp 2 ribu sekali menyebrang. Sepeda motor, Rp 10 ribu perunit. Untuk roda empat, tarifnya Rp 50 ribu - Rp 100 ribu per unit. "Motor dan pejalan kaki menggunakan jembatan kayu yang dipasang warga. Untuk mobil, ada yang melintas di jembatan kayu, ada pula yang didorong di air. Matikan mesin, tutup knalpot lalu didorong," terangnya.
Layanan penyebrangan tersebut berlangsung selama 24 jam. Warga terbagi shift dalam memberikan pelayanan. Ada yang bertugas mulai pagi hingga sore, ada yang bertugas mulai malam hingga pagi. "Hanya inilah yang dapat kami lakukan selama banjir," ujarnya.
Kapolsek Sampara, Iptu S. Budiyono mengungkapkan, antrian kendaraan pagi dan sore hari mencapai sekitar 2 kilometer. Banyaknya arus kendaraan yang harus dilayani oleh warga. "Jalur kendaraan memang hanya satu arah (satu baris saja, red). Jika ada yang mencoba melambung, maka kondisi akan macet," terangnya.
Sebagian kendaraan seperti roda enam ke atas dan jenis mobil tertentu, masih bisa melintas. Namun, untuk mobil MPV dan sejenisnya, memang kendaraan akan mengapung saat melewati genangan air. "Ketinggian airnya, 120 centimeter tidak pernah surut. Memang melayang kalau mobil jenis Avanza sehingga harus didorong," terangnya.
Apakah situasi perebutan "lahan" itu tidak menjadi potensi keributan bagi warga? "Potensi keributan pastilah ada. Namun, bagaimana kita mengatur dengan baik sehingga mereka bisa bekerjasama dan tidak menimbulkan keributan," terang Iptu S. Budiyono. Satuan yang turut mengamankan di lokasi banjir yakni Polsek Sampara, Koramil Sampara, Satpol PP, Dishub Konawe, dan masyarakat Sampara sendiri.
Kalau masyarakat setempat “senang” dengan kondisi tersebut, lantas bagaimana tanggapan para pengendara? Salah seorang pengendaran mobil, Sapril menuturkan, kalau biaya yang ditetapkan masyarakat itu terlalu mahal. Selain itu katanya, para pendorong juga suka rebutan dalam mencari mobil doronga. “Bahkan saya liat ada yang hampir mau bertengkar. Saya harap pemerintah bisa mencarikan solusi, misalnya dilakukan penimbunan,” sarannya.
Kegiatan serupa juga dilakukan warga di titik genangan di Kecamatan Sampara. Mayarakat membuka dua jalur jalan di area pegunungan untuk dilewati mobil dan motor, dengan biaya lewat masing-masing 10 ribu rupiah. Salah seorang pekerja di lokasi, Ardi menuturkan, untuk kendaraan mobil sekelas Avansa sebelumnya di seberangkan dengan cara mendorong, sedang motor diseberangkan dengan rakit yang biasa disebut pincara.
    Sama dengan yang dilakukan oleh masyarakat Sampara sebelumnya. Namun setelah itu, masyarakat kemudian memanfaatkan jalan kendaraan tambang sebagai jalur penyeberangan roda empat. “Sementara kalau motor, kami buka jalur baru di bagian pegunungan juga dengan harga sekali lewat, 10 ribu,” ujarnya.(aka/ano/m2)

Jembatan Dibuat dari Swadaya Masyarakat

Data:
Tarif Penyebrangan
Pejalan Kaki : RP  2.000,-
Sepeda Motor : Rp 10.000,-
Roda empat atau lebih : Rp 50.000,- hingga Rp 100.000,-

0 comments:

Post a Comment