Kendari - Berulangkali mencoba menerobos masuk dengan pola sama, nyatanya pihak Surabaya sebagai pemegang saham mayoritas PT. Panca Logam Makmur (PLM) tetap saja tak bisa menguasai perusahaan yang terus disengketakan itu. RJ. Soehandyo sebagai Pelaksana Direktur PT. PLM versi Jakarta (minoritas) pun menganggap, jika pihak Surabaya itu sama sekali tidak belajar dari kegagalan dalam memperjuangkan hak mereka.
"Mereka sudah gagal menjadi pemimpin perusahaan karena jauh dari prinsip kejujuran, keadilan dan kebenaran. Jadi, bukan karena mereka mayoritas sehingga mau bertindak seenaknya menerobos masuk tambang," datar Soehandoyo, kemarin. Soal kengototan pihak Surabaya yang ingin masuk menguasai kembali manajemen perusahaan, mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI itu mengaku, sebenarnya sudah cukup memberi ruang. Namun kenyataannya, kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibangun bersama, bahkan dalam mediasi Muspida Pemprov Sultra beberapa waktu lalu, justru diingkari oleh pemegang saham mayoritas. "Kan sudah dibicarakan. RUPS tanggal 21 Maret lalu, dibatalkan. Kedua belah pihak akan melakukan audit atas persetujuan bersama. Selama ini mereka mengirim auditor tanpa persetujuan kami. Kami mau diaudit sama-sama, mereka tidak mau lagi. Kami tawarkan bagi lahan sesuai komposisi saham, juga tidak mau. Ada apa, kenapa mereka takut," sindir Suhandoyo didampingi koleganya dalam manajemen Jakarta.
Soal aksi yang dilakukan direksi PT. PLM hasil rapat RUPS nomor 18 pada 31 Mei 2013 lalu oleh Direktur Utama, Nabil Haroen dan tiga direkturnya, Soehandoyo mengaku semua itu hanya gaya lama dan upaya memutarbalikkan fakta. Padahal jika elegan, pihak Surabaya harusnya lebih berani menjalin komunikasi dengan pemilik saham minoritas, buka berkoar-koar di luar.
"Dari mana mereka dapat informasi jika kami tidak akan membayar gaji dan THR karyawan. Itu info sesat dan provokatif. Saya tidak pernah buat kebijakan seperti itu, apalagi PHK karyawan yang betul-betul bekerja. Sudahlah.. metode mereka (Surabaya) gonta-ganti komposisi manajemen, hentikan saja. Mari bertemu baik-baik dan kita buka kembali kesepakatan saat pertemuan dengan Muspida provinsi saat itu, termasuk harapan mereka pada perusahaan ini. Tapi kalau pola-pola Surabaya masih seperti aksi yang kemarin itu, jangan harap saya akan menyerah," tegas Soehandoyo.
Ia kembali mengukngkit soal ketidakjujuran pihak manajemen PT. PLM kala itu saat masih dikendalikan Tommy Jingga yang kini sudah mendekam dalam penjara. Selama 27 bulan kendali perusahaan dipegang mayoritas, ada Rp 120 miliar dana, plus pengeluaran Rp 70 miliar oleh direktur keuangan saat itu yang tak dilaporkan dalam RUPS.
Saat perusahaan ditinggalkan, Soehandoyo menemukan banyaknya aset perusahaan yang rusak, padahal belanja sparepart mencapai miliaran rupiah. "Soal gaji karyawan, selama dua tahun mereka pegang, tidak ada penyesuaian. Saaat saya kendalikan, sudah ada perubahan. Dana CSR juga saat ini begitu dinikmati masyarakat. Soal laporan hasil produksi, mereka juga tidak transparan. Selama dua tahun tak lebih dari Rp 2,5 miliar yang masuk. Saat ini, benar kami masih berutang ke pemerintah, tapi saya transparan dan laporkan sesuai hasil produksi kami. Pihak Jakarta tetap memenuhi kewajiban membayar royalti sesuai pendapatan tambang emas yang diperoleh," bebernya.
Terakhir, Soehandoyo berpesan agar sebaiknya pihak Surabaya mencari cara yang lebih beretika dan menjunjung tradisi ketimuran saat akan masuk ke lokasi tambang, nanti. "Kalau serentak bawa rombongan seperti kemarin itu, ada apa. Tambang itu obyek vital, makanya kami minta bantuan pengamanan kepolisian. Apa salah? Jangan menilai polisi dengan asumsi lain lagi," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nabil Haroen bersama kuasa hukumnya, Romulo Silaen, SH berusaha masuk lokasi tambang PT PLM di Bombana, Selasa (23/7) lalu. "Saya ini direktur utama yang sah. Yang ada di dalam, itu tidak sah," klaim Nabil Haroen kesal kepada salah seorang perwira polisi. Demi menghindari kontak fisik kedua belah pihak, Nabil Haroen berusaha menghadirkan Kapolres Bombana, AKBP Sugeng Widodo. Namun tak juga membuahkan hasil. "Ini persoalan internal perusahaan. Kami tidak bisa campur tangan. Kami hadir di sini bukan untuk membela siapa-siapa," ungkap AKBP Sugeng Widodo.
Thursday, 25 July 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment