Top Ads

Saturday, 6 July 2013

12:21
Beban petani sawah ternyata tak hanya harus bisa mengendalikan serangan hama pada tanamannya. Cuaca dan tengkulak bermental spekulan pun turut menjadi "musuh" saat panen tiba.  Kondisi cuaca yang tak bersahabat saat ini mulai dirasakan para petani. Sebab kondisi itu dimanfaatkan para tengkulak dalam melakukan transaksi harga gabah yang cenderung menurun kualitasnya.

Petani asal Desa Lamongjaya, Suparjo mengeluhkan keadaan tersebut. Para pembeli enggan membeli harga gabah di level normal. "Kalau musim kemarau harga normal gabah per kilogram mencapai 300 rupiah. Tapi musim hujan seperti ini, mereka menurunkan dan paling tinggi 2900 rupiah," katanya saat ditemui di areal persawahan Desa Lerepako, Kecamatan Laeya, kemarin (5/7). Biasanya saat musim cerah, petani mampu menghasilkan hingga 4,5 ton gabah dalam satu hektar.
Alasan tengkulak tak mau membeli gabah sesuai harga normal, karena kadar air dalam padi mengalami peningkatan sehingga berat bertambah. Kondisi harga gabah yang mengalami penurunan ternyata dimaklumi para petani meski dinilai ada permainan harga yang dilakukan  tengkulak. Sayangnya para petani tak mampu berbuat banyak dengan kondisi keterbatasan yang dimiliki. "Mereka punya modal besar. Sementara kami hanya petani pas-pasan," keluhnya diamini koleganya, Suparman. Ia meminta pemerintah daerah turut prihatin dengan kondisi yang dialami petani saat ini. Karena olahan sawah yang digarap dinilai tak cukup untuk menutupi kebutuhan keluarga. Sehingga musim panen kedepannya permainan harga yang dilakukan tengkulak secara sepihak bisa menjadi perhatian pemerintah.

0 comments:

Post a Comment